Berpikir Positif Seperti Guru TK

Gambar Sket ... bagus ... tapi lebih bagus kalau diwarnai ... (sepertinya itu sebuah tuntutan dari kami ...)

Selamat Sore teman-teman. Habis pulang dari Ancol setelah pindah rumah dua hari dua malam di Putri Duyung cottage. Abidin, pastinya. Kalian senang, kami juga bahagia. Kami terus belajar menjadi bahagia yang sepenuh-penuhnya. Kata orang, mendengar tawa anak, itu adalah kebahagiaan tertinggi. Tetapi terus-terang kebahagiaan kami masih dinodai keinginan duniawi … pengen punya ini, punya itu dan seterusnya padahal jelas-jelas ngga bisa dibeli sekarang. Sementara itu  untuk  menghitung kebahagiaan hari ini yang kita peroleh saja susah sekali, apalagi mensyukurinya satu demi satu.

Menengok Parni. Kami bahagia melihat kalian ...

Buktinya blog ini lebih sering kosong daripada update. Kata kami, ngga ada yang ditulis. Atau yang agak nggaya tak ada waktu menulis. Padahal kalau ngaskus bisa berjam-jam.

Itulah potret kami, Nak. Jadi sebenarnya kalau kalian sejauh ini masih bertahan (bahkan bertambah) dengan perbendaharaan “negative behavioral” (dalam ukuran kami) mungkin memang wajar, sewajar-wajarnya. Lawong bapak emaknya saja masih nggembol sekeranjang negative behavioral juga gini.

Kami memang harus belajar banyak dari ibu-ibu guru di TK mu itu. Sangat bisa menuliskan kata positif untuk menggambarkan perilakumu di sekolah hari itu. Misalnya, Ananda Inal hari ini sudah semakin bisa mengendalikan emosinya, mau berbagi dengan temannya. Kedepan harus terus di beri semangat untuk bisa bersosialisasi … bla bla ... Wah. Kami beruntung bisa belajar dengan ibu-ibu guru ini.

Ananda Inal, akhir-akhir ini pintar mengalah jika bertengkar dengan adiknya. Tetapi … (ah kambuh lagi keinginan menulis negatif mengenai Inal ..) Ah, memang ngga mudah melihat sisi positif dari perilaku mu.

Ananda Kinan, semakin pintar bicara suka membaca  … mm … mmm … kenapa yang muncul dikepala kami adalah saat kau memukul, berteriak …. Tuhan, berilah kemampuan berpikir positif!

O ya. Kinan itu suka sekali puzzle. Puzzle 6, 9 dan 12 biji cepat dihafalnya. Ketika kita pulang dari Sea World tadi .. Ananda Kinan (ikut sebutan Bu Guru untuk Kinan dan Inal) menolak topi, kaos dan boneka untuk dapat puzzle ikan bendera …

Tahun lalu ketika main di tempat yang sama, Ananda Inal (kakak Kinan) masih malu-malu kali ini ia berani mengacungkan jari ketika pembawa acara program ngasih makan ikan di Sea Word mengajukan pertanyaan. Meskipun tangannya tak terlihat oleh kakak-kakak itu. Tapi Bapak melihat dengan jelas dari deretan paling belakang.

Seperti kata psikolog sekolah baru Inal, Ananda memang harus dibina terus untuk kematangan sosial … bukan perilaku negatif  … tetapi kedewasaan dan kematangan sosial … semoga kami bisa memahami dunia anak lebih baik.

Kalau Ananda Inal akhir-akhir ini hanya mau menggambar dengan pencil atau spidol atau krayon sat warna tanpa diwarnai penuh, apakah itu juga perilaku negatif yang harus kami ‘luruskan’ dengan keras sehingga bisa berpotensi mematahkan kesukaannya menggambar?

Ah … banyak hal yang bisa dibicarakan dengan baik. Daripada berteriak dan ‘mengarahkan’ … Minum Yakult banyak-banyak … topi basah yang jadi masalah … ngga mau jalan maunya digendong masuk rumah … berebut kursi warna tertentu … makan sambil menonton … berteriak keras menirukan t-rex … tak mau bersalaman dengan tamu … berteriak “berisiiik ..” sambil menutup telinganya saat ditengah keramaian, tak mau segera memakai baju setelah mandi, nangis karena dibangunkan pagi, berbicara keras-keras dan berlarian di masjid saat sholat jamaah, tak mau mandi, menggoda adik hingga berantem fisik, dan seterusnya … semoga tetap ada jalan keluar dengan membicarakannya baik-baik.

Diwarnai tapi belum penuh .... eh ... sudah diwarnai ..bagus .. tinggal diselesaikan kalau sudah tidak capai ...

(Eh … barusan Inal mau mewarnai gambarnya meskipun belum selesai benar. Dan Kinan … mau menyimpan Yakult ketiganya dengan sukarela … yang tadinya mau dia minum. Setelah kita bicarakan baik-baik … )***